Minggu, 26 Februari 2012

Keindahan Memberi Andy Noyan

Logo Kick Andy
“Selamat siang Pak Andy. Saya Puri. Saya ingin mengucapkan terima kasih atas bantuannya bagi operasi tumor otak saya. Semoga Tuhan memberkati Bapak. Puri”. SMS itu saya terima suatu siang. Saya belum pernah bertemu Puri. Saya kenal namanya melalui dr. Eka Julianta, ahli bedah syaraf di RS Siloam Gleneagles Karawaci. Begitu juga wajahnya saya kenali hanya melalui foto yang dikirim dr. Eka. Di foto itu tampak seorang gadis tergolek di ranjang rumah sakit dengan kepala masih dibalut perban. Dia baru selesai dioperasi dan masih mengenakan baju rumah sakit. Ada senyum tipis di bibirnya. Itu saja.
Pada saat itu dr Eka melaporkan operasi terhadap Puri berjalan baik walau tidak seideal yang diharapkan tim dokter. Pasalnya, kondisi Puri sudah sangat berat karena tumor otaknya selama bertahun-tahun dibiarkan tanpa pengobatan memadai. Kemiskinan dan persoalan keluarga menyebabkan penyakit Puri tidak mendapat penanganan semestinya.

Selang beberapa hari setelah menerima foto dari dr Eka, saya mendapat SMS dari ayah Puri. Dia mengucapkan terima kasih karena saya sudah membantu mencari biaya operasi bagi putrinya.

 Saya katakan saya hanya “jembatan” untuk mempertemukan Puri dengan orang yang bisa membantu dia. Kemudian saya menyebut nama orang yang memberi bantuan biaya operasi untuk Puri.
Setelah itu, saya tidak lagi mendapat kabar tentang Puri. Saya sendiri kembali tenggelam dalam kesibukan. Saya baru teringat kembali pada gadis berusia 21 tahun itu ketika menerima SMS darinya. Pesan singkat itu mengingatkan saya kembali pada kasus yang dihadapi Puri tiga bulan lalu.
Waktu itu, saya mendapat SMS dari dr Eka yang mengabarkan ada pasien bernama Puri membutuhkan bantuan. “Semua biaya dokter gratis. Puri hanya perlu biaya obat-obatan,” tulis dr Eka dalam pesan singkatnya. Dia lalu menyebut jumlah biaya yang dibutuhkan. “Kondisinya sudah gawat. Perlu segera dioperasi. Jika terlambat nyawanya terancam,” dokter Eka menambahkan.
Walau biaya dokter dibebaskan dan rumah sakit tidak perlu dibayar sepenuhnya, biaya operasi tumor otak tetaplah tidak murah, sekitar Rp 40 juta. Setelah menerima SMS dr Eka, saya mencoba memikirkan kepada siapa saya bisa meminta bantuan dana untuk operasi Puri.
Pada waktu itu, yang terlintas wajah seorang pengusaha jamu asal Jawa Tengah. Tapi saya merasa tidak enak hati untuk menghubunginya, mengingat selama ini saya sudah sering meminta bantuan sang pengusaha jamu ini. Terakhir saya meminta bantuannya untuk membelikan kacamata baca untuk anak-anak SD Kampung Dadap, Tangerang, yang baru saja menjalani pemeriksaan mata gratis yang saya selenggarakan di kampung itu. Maka, keinginan untuk meminta bantuan sang pengusaha tersebut saya batalkan. Ada beberapa nama pengusaha dan yayasan yang kemudian muncul dikepala saya, yang saya harapkan bisa membantu biaya operasi Puri. Saya akan menghubungi satu per satu besok.
Boleh percaya boleh tidak, esok pagi, ketika baru bangun tidur, di layar handphone saya ada tanda misscalled empat kali dari pengusaha jamu kenalan saya. Ketika saya telepon balik, dia mengatakan baru saja melihat promo Majalah Kick Andy di Metro TV dan ingin memasang iklan produk jamunya di majalah tersebut. Itu alasan dia menelepon saya pagi-pagi.
Di ujung pembicaraan, secara spontan saya menceritakan kisah Puri yang membutuhkan biaya untuk operasi. Kepadanya saya jelaskan saat itu tim dokter sedang berburu dengan waktu mengingat kondisi Puri cukup parah. Tanpa banyak tanya, dia langsung menyatakan setuju membantu biaya operasi. “Berapa pun biayanya, saya yang tanggung,” ujarnya.
Dia lalu berjanji akan meminta stafnya menindaklanjuti pembicaraan kami itu. Pada saat yang sama terlintas di kepala saya wajah Priska, perempuan tunanetra di Semarang. Priska pernah mendapat penghargaan Kick Andy Hero Award. Dalam keterbatasannya, bersama suaminya Priska menampung dan mengasuh lebih dari seratus anak yatim piatu, anak jalanan, dan anak-anak cacat. Padahal secara fisik dan ekonomi, Priska justru seharusnya yang dibantu.
Kepada sang pengusaha, saya ceritakan kisah Priska. “Apa mungkin Priska juga dibantu?” Tanya saya. Dengan bersemangat sang pengusaha meminta alamat dan nomor telepon Priska. Seminggu kemudian saya mendapat  kabar Priska sudah menerima bantuan Rp 100 juta. Tuhan Maha Besar.
Jujur saja, saat meminta bantuan untuk Puri dan Priska waktu itu, saya merasa tidak enak hati terhadap pengusaha jamu kenalan saya itu. Kepadanya saya berkali-kali meminta maaf karena sering merepotkan dia dengan permintaan-permintaan bantuan untuk orang-orang yang membutuhkan.
Saya semakin merasa tidak enak karena selama ini pengusaha tersebut meminta saya untuk menjadi bintang iklan produk jamunya. Tetapi saya selalu menolak. Selama setahun lebih dia terus membujuk untuk meyakinkan saya bahwa iklan promo tersebut akan disesuaikan dengan misi Kick Andy dan tidak dibuat dengan cara yang komersial. Tapi dengan cara halus saya selalu menghindar.
Bahkan ketika perusahaan tersebut berhasil mengajak mantan wakil presiden dan seorang tokoh ekonomi membintangi produk jamu tersebut, dia kembali “merayu” kesediaan saya. “Saya akan buatkan iklan yang berkelas untuk Anda. Seperti yang saya buat sekarang ini,” ujarnya sambil menunjuk iklan yang mereka buat untuk dua tokoh tadi. Saya tetap mengelak dan mengatakan bahwa sejak awal saya sudah berkomitmen pada diri saya untuk tidak menjadi iklan untuk produk komersial. Saya ingin agar saya dan Kick Andy menjadi milik semua orang. Dengan demikian saya akan lebih leluasa menjalankan kegiatan sosial melalui Kick Andy Foundation.
Nah, dalam situasi selalu menolak permintaannya, sebaliknya saya justru sering meminta bantuannya untuk menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan. Selain merasa tidak enak hati, saya juga khawatir permintaan saya yang terlalu sering itu akan menjadi beban baginya.
“Salah kalau Anda menganggap saya terbebani,” ujar sang pengusaha ketika saya menyampaikan kekhawatiran tersebut. “Bagi saya permintaan Anda itu justru sebuah opportunity. Tidak semua orang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk membantu orang lain,” ujarnya. “Melalui Anda, Tuhan memberi saya kesempatan untuk menolong orang,” dia menambahkan.
Pengusaha tersebut lalu mengatakan dia justru berterima kasih kepada saya karena memberi peluang untuk membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan. “Mungkin orang lain merasa terbebani, tapi saya sebaliknya. Saya merasa ini kesempatan yang diberikan Tuhan kepada saya untuk berbuat baik.”
Saya tercenung mendengar penjelasannya. Tidak terpikirkan ada orang yang merasa menolong orang lain adalah kesempatan yang diberikan Tuhan kepadanya. Kesempatan untuk berbuat baik pada orang-orang yang membutuhkan. Sekali lagi saya mendapat pelajaran tentang  keindahan memberi. Terima kasih Tuhan.

 Sumber : http://kickandy.com/corner/5/21/2119/read/Keindahan-Memberi.html

Translator

Your Donation

Donasi untuk blog ini yang akan digunakan untuk pengembangan jaringan.

Subscribe

Jika anda ingin berlangganan artikel dari blog ini (100% Gratis), silahkan masukkan alamat email anda:

Copyright